Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur merupakan proyek strategis nasional yang ditargetkan selesai dalam jangka waktu yang ambisius. Namun, proses perizinan IKN sering kali berada dalam tarik ulur antara tuntutan kecepatan konstruksi di satu sisi, dan keharusan memenuhi legalitas serta standar perlindungan lingkungan yang ketat di sisi lain.
Aspek legalitas lingkungan, terutama terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan perizinan pemanfaatan kawasan hutan, menjadi sorotan utama. Kritik muncul mengenai proses yang dianggap terlalu cepat, berpotensi mengabaikan kajian mendalam tentang dampak ekologis jangka panjang terhadap hutan hujan tropis Kalimantan.
Pemerintah berargumen bahwa proses perizinan telah disederhanakan dan dipercepat melalui regulasi khusus untuk IKN, tanpa mengurangi komitmen pada prinsip kota hutan (forest city) dan keberlanjutan. Fokusnya adalah memastikan IKN menjadi model kota cerdas yang minim jejak karbon.
Keseimbangan antara kecepatan pembangunan dan perlindungan lingkungan sangat krusial untuk legitimasi IKN. Transparansi dalam proses perizinan, pengawasan independen terhadap pelaksanaan AMDAL, dan komitmen pada restorasi ekosistem yang terganggu adalah kunci untuk mengatasi tarik ulur ini dan memastikan proyek IKN berjalan sesuai janji keberlanjutan.
Intisari: Tarik ulur perizinan IKN terjadi antara tuntutan kecepatan pembangunan yang ambisius dan keharusan memenuhi legalitas lingkungan, terutama AMDAL. Untuk menjaga legitimasi sebagai forest city, pemerintah harus memastikan transparansi proses, pengawasan lingkungan yang ketat, dan komitmen pada restorasi ekosistem.

