Dampak Negatif Algoritma Media Sosial terhadap Kesehatan Mental Remaja Asia.

Dampak Negatif Algoritma Media Sosial terhadap Kesehatan Mental Remaja Asia.

Algoritma media sosial, yang dirancang untuk memaksimalkan engagement dan waktu yang dihabiskan pengguna di platform, kini semakin disadari memiliki dampak negatif signifikan terhadap kesehatan mental remaja di Asia. Sistem yang secara terus-menerus menyajikan konten yang memicu perbandingan sosial dan obsesi terhadap standar kecantikan atau kesuksesan yang tidak realistis telah menimbulkan peningkatan kasus kecemasan dan body image issues.

Remaja Asia sering kali berada di bawah tekanan akademis dan sosial yang sudah tinggi, dan media sosial menambah lapisan tekanan visual. Algoritma cenderung mempromosikan konten yang “sempurna” dan aspirational yang seringkali jauh dari realitas kehidupan sehari-hari. Hal ini menciptakan siklus perbandingan yang tiada akhir, di mana remaja merasa nilai diri mereka terikat pada representasi ideal diri yang mereka lihat online.

Pemerintah dan institusi pendidikan di beberapa negara Asia mulai turun tangan dengan menyelenggarakan program edukasi literasi digital. Tujuannya adalah untuk mengajarkan remaja agar lebih kritis terhadap konten yang mereka konsumsi dan memahami cara kerja algoritma yang manipulatif. Ini adalah upaya untuk membekali mereka dengan tool kognitif untuk melindungi diri dari tekanan digital.

Dampak buruk lainnya adalah penyebaran konten toxic atau yang memicu perilaku tidak sehat yang disajikan secara berulang oleh algoritma kepada pengguna yang rentan. Hal ini menuntut adanya regulasi yang lebih ketat dari platform untuk melindungi pengguna di bawah umur dan memprioritaskan kesejahteraan emosional di atas metrik engagement.

Pada akhirnya, kesadaran akan dampak algoritma ini mendorong pergeseran dalam gaya hidup remaja Asia, di mana beberapa memilih untuk ‘mengkurasi’ feed mereka sendiri secara lebih ketat, mengurangi waktu di platform tertentu, atau bahkan membuat akun privat. Ini adalah pertahanan diri melawan toxic comparison culture yang didorong oleh teknologi dan merupakan tren self-preservation yang penting.