PERSPEKTIF: ‘Gotong Royong’ Adalah ‘Airbag’ Ekonomi RI Saat Resesi.

PERSPEKTIF: ‘Gotong Royong’ Adalah ‘Airbag’ Ekonomi RI Saat Resesi.

Para ekonom bule pusing. Tiap kali ada krisis (moneter ’98, pandemi 2020), hitung-hitungan mereka: “Indonesia pasti ambruk!”. Tapi kok kita gak ‘ambruk-ambruk’ amat? Malah cepet banget bounce back-nya?

Jawabannya gak ada di buku teks ekonomi. Jawabannya: ‘Gotong Royong’. Ini ‘jaring pengaman sosial’ (social safety net) non-formal kita. Waktu bule di-PHK mereka nunggu ‘bantuan negara’, waktu kita di-PHK kita ‘ditolong tetangga’ atau ‘pulang kampung’ dulu.

‘Gotong Royong’ bukan cuma soal ‘kasih sedekah’. Di level bisnis, ini soal ‘jaringan’. Pengusaha RI yang ‘kenal’ sama birokrat, aparat, dan sesama pengusaha, bakal lebih ‘aman’ bisnisnya. Ini ‘modal sosial’ yang nggak ternilai harganya.

Tapi (jujur-jujuran), ‘modal sosial’ ini ada ‘sisi gelap’-nya: KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). ‘Gotong royong’ ngasih proyek ke temen sendiri. Inilah paradoks kita: tradisi yang jadi ‘airbag’ kita, sekaligus ‘penyakit’ kita.

Intisari:

  1. ‘Gotong Royong’ adalah ‘jaring pengaman sosial’ non-formal yang membuat ekonomi RI tangguh (resilient).
  2. Faktor ini sering diabaikan oleh ekonom global, padahal krusial saat krisis.
  3. Di level bisnis, ‘modal sosial’ (jaringan) seringkali lebih penting daripada modal finansial.
  4. Paradoksnya: ‘Gotong Royong’ yang positif ini punya ‘sisi gelap’ yaitu KKN.